Dana Darurat Lebih Baik Ditabung atau Diinvestasikan?

“Amankah dana darurat diinvestasikan? Agar pertanyaan tersebut terjawab alangkah baiknya Anda membaca artikel ini sampai tuntas”.

Anda sudah mewanti-wanti untuk mempunyai dana darurat?

Atau sudah memiliki dana darurat tapi dirasa tidak terkumpul dengan cepat?

Dan akhirnya terlintas di pikiran Anda, seharusnya dana darurat itu hanya ditabung di rekening atau perlu diinvestasikan, ya?

Zaman sekarang pastinya berinvestasi menjadi pilihan setiap orang untuk memanfaatkan peluang mendapatkan profit seoptimal mungkin.

Daripada uang yang ditabung di rekening itu tidur, mending diinvestasikan bukan?

Namun, bagaimana dengan dana darurat?

Perlukah digunakan untuk investasi atau cukup ditabung saja di rekening?

Jika diinvestasikan, apakah aman?

Begini penjelasannya!

dana darurat

Apa itu dana darurat?

Dana darurat merupakan dana yang disiapkan untuk mengatasi kondisi darurat yang mungkin terjadi di masa depan, seperti saat Anda berhenti bekerja, sakit, dilanda bencana, ataupun mengalami kecelakaan dan kemalangan lainnya.

Dari definisi tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa dana darurat harusnya bersifat likuid atau mudah dicairkan dalam bentuk tunai kapanpun dan di manapun ketika Anda membutuhkannya.

Namun, jika kebutuhan dana darurat Anda sangat besar, apakah cukup bijak jika dana tersebut hanya ditabung?

Nah, perlukah dana darurat diinvestasikan?

Daripada dilema terus simak artikel ini, ya.

Misalkan, anggaplah Anda memiliki penghasilan Rp8 juta perbulan dan memiliki tanggungan sekolah adik.

Berarti dana darurat yang perlu Anda miliki adalah 6 kali penghasilan atau berjumlah Rp48 juta.

Jika kondisi perekonomian negara sedang baik-baik saja, kecil kemungkinan Anda membutuhkan pengeluaran Rp48 juta dalam waktu cepat.

Berangkat dari situ, alangkah bijaknya jika Anda membagi dana darurat ke beberapa tempat untuk mengoptimalkannya.

Sebagai rekomendasi dan saran, Anda bisa mengalokasikan dana darurat yang dimiliki di tiga bagian, yaitu tabungan rekening, logam mulia, dan reksadana pendapatan tetap.

Tiga skema di atas, terbilang mudah dicairkan atau likuid.

Mengapa mengalokasikan di instrumen investasi logam mulia atau investasi emas?

Logam mulia dapat dijual di mana saja dan tidak terikat oleh waktu.

Terus, mengapa juga mengalokasikan di instrumen reksadana pendapatan tetap?

Reksadana pendapatan tetap memiliki risiko yang minim serta dapat dicairkan dalam waktu sekitar 2 hari sehingga memudahkan ketika Anda membutuhkannya dalam kondisi mendesak dan mendadak.

Eits, tidak semua intrumen investasi itu cocok dengan dana darurat lho!

Perlu digaribawahi hindari mengalokasikan dana darurat Anda di instrumen investasi yang sulit dijual atau tidak likuid ya!

Memangnya ada? Ada! Aset properti contohnya.

Misalnya, Anda menanamkan dana darurat pada sebidang tanah pasti akan kesulitan mencairkannya ketika membutuhkannya dengan cepat.

Anda akan sulit mencairkan uang kapan dan di mana saja ketika Anda belum memiliki calon pembeli yang pas.

Jika ingin cepat, pilihan Anda ya menjualnya dengan label “jual butuh”?

Namun, nilainya pasti lebih rendah bukan?

Makanya, perlu dihindari ya!

Selain itu, hindari juga instrumen investasi yang memiliki risiko besar seperti saham karena jika Anda membutuhkannya ketika saham kurang baik, otomatis Anda pasti akan merugi.

Banyak lho yang merugi karena menanamkan dana daruratnya di saham.

Bukannya mengatasi masalah kedaruratan, malah menambah beban masalah bukan?

Pokoknya yang pasti saja ya!

Jadi, boleh-boleh saja dana darurat Anda diinvestasikan.

Asalkan instrumen investasi tersebut mudah dicairkan atau likuid dan memiliki risiko rendah, ya!

 

Bagaimana? Sudah menjawab pertanyaannya, bukan?

Yuk kelola dana darurat dengan baik dan bijak!